“Alhamdulillah... Saya
lulus SKD CPNS, Pak Kamad.” Datang seorang murid yang dulu pernah diajar Pak
Muhammad di Madrasah dengan membawa gulokopi (buah tangan; red).
foto : radarlampung.co.id |
“Syukur Alhamdulillah.”
Balas guru separuh baya dengan penampilan khas. Kopiah mbladhus, kaos putih dan
sarung kotak-kotaknya.
“Ini... Untuk Pak
Kamad.” Murid itu menyerahkan kepada Guru yang sekian tahun pernah mengajarinya
ilmu.
“Opo iki tho?”
“Mboten nopo-nopo, Pak.
Ungkapan syukur saya.” Jawab Si Murid.
“Lha kan baru lulus
SKD, belum tes-tes selanjutnya tho?”
“Hehe... Enjiiih.”
“Tapi kalau ndak lulus?
Ungkapan syukur ini bagaimana?” Tanya Pak Kamad sembari menunjuk pada buntelan
kresek hitam yang dihaturkan padanya.
“Hehe... Mboten
nopo-nopo, Pak.” Si Murid itu tersenyum. “Mungkin belum rejeki saya kalau belum
lulus tahap nanti.” Lanjutnya.
“Mestinya kamu
memberikannya kalau positif lulus saja. Saya malah ewuh menerima.”
“Mboten nopo-nopo, Pak.
Saya ingat ngendikane Pak Kamad di madrasah dulu. Asshodaqotu lidaf’il Bala’,
semoga ini jalan untuk menghadapi hambatan-hambatan yang ada ke depannya, Pak.”
“Wah wah wah... Terus?
Kok ke saya yang dishodaqohi? Kanan kirimu ada yatim apa ndak?” Goda Pak Kamad
sembari melepaskan asap ududnya.
Baca Juga
“Kulo nggolek berkahe
Pak Kamad.” Jawab sang murid.
“Wehehehe, ojo salah!
Shodaqoh yatim malah berkah lho...” Goda Pak Kamad lagi.
“Nganu, Pak... Yatim
tetanggane kulo sugih-sugih. Nek kesah sekolah dianterke supire. Saya takut
shodaqoh ini ndak ada apa-apanya.”
“Wah wah wah, ngono
tho, Le? Ya wis, tak terima kanti bungah. Mugo-mugo khajatmu terkabul, bala’mu
ilang. Intine opo wae hasile yo kuwi sing terbaik. Ojo lali... Roda kuwi
berputar, Le.”
“Njeh, Pak. Mugi-mugi
kulo saget merubah nasib. Selama ini saya merasa di bawah dalam perputaran
roda. Siapa tahu lulus CPNS dapat membanggakan orangtua saya.”
Mendengar itu, Pak
Kamad tertawa.
“Bhahahahaha.... Lucu
kowe, Le.”
“Lucu nopo leh, Pak?”
“Tinggal bagaimana kamu
memandang perputaran roda itu, Le.”
“Maksudnya, Pak?”
“Meskipun roda kuwi
muter, aku malah tak gawe sante, Le. Dadi wingi muter, iki muter, sesuk muter,
aku tetap di zona aman. Kuncine siji, Le. Syukur...”
“Maksudnya, Pak? Wingi
muter, iki muter, sesuk muter, namun tetap di zona aman? Tapi hidup kan sudah
mesti begitu siklusnya, Pak?"
“Bhahahaha... Rodaku
soalnya dalam posisi horisontal atau rodanya madep nduwur, Le. Coba kamu
bayangkan posisi roda sing 'sumeleh' pas muter? Posisi ndangak marang Gusti.
Lha sudut pandangku melihat roda kehidupan ya seperti itu. Jadi aman terus. Tak
pernah di atas dan di bawah. Yang ada kayak kompas. Kanan oke kiri oke.”
Muridnyapun menimpali,
“Owalaaaah, Pak....”
Redaksi by : Yani (owner blog Akarrantingdaun.com )
www.kabarmadrasah.com
Terima kasih telah membaca artikel ini, Semoga bermanfaat.jangan lupa baca artikel : Menyemai kader nahdhiyyah dengan Tahlil