Siang yang asin.
Motor tujuh lima Pak Mad terpaksa dituntun menyusuri lorong gang lantaran tadi
pagi lupa isi bensin. Tepatnya, menunda isi bensin dulu. Dalam pikirnya, masih
cukuplah kalau untuk pulang pergi ngajar. Paling tidak hari ini.
“Hallo, Pak.” Sapa
si Iyung bekas muridnya dulu. Wih, sangar tenan, batin beliau. Murid-murid Pak
Mad sekarang itu sudah pada jadi orang. Salah satunya ya si Iyung ini. Celana
necis, pake baju masuk. Berdasi, sepatu, rambut bersemir klimis. Pokoknya beda
dari dulu yang Pak Mad lihat di kelas. Dimana si Iyung ini umbelen, kaos kaki
gak pernah dicuci sampai seminggu oleh ibunya. Kalau ada PR pelajaran tertentu,
buku selalu dicampur-campur macam sayur pecel saja.
“Lho? Mau
kemana, Yung?” Balas Pak Kamad. Lha tadinya agak nggrundel juga. Menyapa guru
mbok ya salam, atau apa... Ini apa karena saking gaulnya si Iyung, berucap
hallo sambil mengangkat telapak tangan. Wis ndak apa-apalah... Daripada kemarin
lusa, tetangga satu kampung yang bernama Ucin, panjangnya Husain Aris Munandar.
Mobil Brio-nya yang menyalip Pak Mad malah ia cipratkan pada genangan air
sewaktu hendak berangkat kerja. Sudah otomatis seragam hitam putih Pak Kamad
jadi bermotif pulau dengan warna coklat. Parahnya... Ucin ini kecilnya dulu
sekolah di madrasah tempat Pak Kamad ngajar. Dan ajaibnya, Pak Kamad yang
ngajari matematika lho...
Baca Juga
Ah, dunia memang
tak perlu ditanggapi dengan serius. Contoh si Ucin dan si Iyung hanyalah
sebagian kecil potret manusia zaman sekarang. Apakah guru seperti Pak Kamad
tetap minta dihargai dan disegani oleh anak-anak didiknya yang sekarang mungkin
banyak yang sudah jadi orang? Lantas bukankah itu nanya pamrih. Eh, pamrih
tidak hanya uang lho. Memberhalakan keinginan untuk diajeni juga pamrih.
Pak Mad coba
menghitung nafas yang mulai terengah. Ia tak tahu ini kegagalan dari sekolahan
mendidik manusia atau bukan. Kalau ini kegagalan, ya ndak bisa dikatakan gitu
juga. Lha wong si Ucin dan si Iyung itu sekarang sukses kok. Wis ah, Pak Kamad
akhirnya tak hendak mikir jeru-jeru takut loru. Selain Ucin dan Iyung, banyak
juga murid Pak Kamad yang berbudi luhur, baik hati, suka menabung, eh...
Contoh saja saat
ini si Budi Prakoso Noto Boto Songo, ia adalah anggota DPRD terpilih.
Bayangkan, lebaran kemarin sebelum pencalonan, ia rajin bersilaturrahmi ke
guru-guru, ustadz-ustadz, pengajian-pengajian. Ia juga tak segan menitipkan
amplopnya ke madrasah. Kalau Pak Kamad sih merem saja madrasahnya disanguni
amplop wah untuk dialokasikan ke pembangunan. Pokoknya tetap melihat itu dengan
kacamata kebaikan, pantang su’udzon! Lha kalau ditanya duit itu dari mana?
Ngapain repot-repot bertanya.
Intinya tinggal
nagih janji Budi Prakoso Noto Boto Songo ini saja. Tak usahlah Pak Kamad
mengurai dalil-dalil. Wis, urip kuwi selow...
Motor tujuh lima
Pak Kamad masih ia tuntun, berhenti pada Pertamini milik Mak Atun.
“Ngisi, Mak!”
“Apalll,
sepuluhewu Pertalite tho?”
“Yess!”
“Wah, kemajuan,
Yi... Jawabe nganggo inggeris.”
“Wehehehe, lagi
gembira iki, Mak.”
Pak Kamad
menutup tangki motornya setelah Mak Atun berucap terima kasih.
“Thin! Thin!”
Mobil pick up terbuka dari arah berlawanan menyapa Pak Kamad. Mobil yang melaju
pelan itu membawa sebuah sepeda lipat bertuliskan merk ‘Brompton’.
Baca Juga
Yang
mengemudikan pick up itu si Anto, juga pernah jadi muridnya. Wih akih bener
murid Pak Kamad. Lha iya, sudah hampir tiga dekade ia mengabdikan diri di
madrasah meski hanya menjadi guru swasta. Tapi ya... Alhamdulillah, barokah iku
sing tetep kanthil.
“Assalamualaikum,
Pak Kamad! Mau nganter pesanan Pak Budi Prakoso Noto Boto Songo.” Sapa Anto
yang merapat dan berhenti sejenak.
“Wa’alaikum
salam, suwangar jebule Pak Budi kuwi? Wih, iki merk ‘Brompton’ lho!” Balas Pak
Kamad.
Mak Atun yang
masih berdiri di mesin Pertamini miliknya berujar.
“Walah, sepeda
lipat wae kok! Itu kayak punya’e Didit anak saya tho, Yi.”
Anto terkekeh
dalam tawa yang ingin ditahan. Sementara Pak Kamad menimpali.
“Merk iki gawe
tuku motor anyar tes dapat empat lho, Mak. Ojo kaget sampeyan!”
“Ha???? Mosok,
Yi?”
“Owalaaaah...
Makanya sekali-kali lihat berita tho, Mak! Iki sepeda viral mencuat usai kasus
Dirut Garuda itu lho, Mak!” Tambah Anto.
“Opo? Pilus
Garuda?” Mak Atun membelalak lebar. Sementara Pak Kamad dan Anto
makin terkekeh.
“Yo anggep wae
kuwi lah, Mak! Pilus Garuda!”
Redaksi : Yani
www.kabarmadrasah.com
Terima kasih telah membaca artikel ini, Semoga bermanfaat.jangan lupa baca artikel :Download RPP Kelas 1 Kurikulum 2013 Revisi 2017
Untuk melihat lebih jauh tentang semua postingan blog kabarmadrasah.com ini,, silakan kunjungi
[ Daftar Isi ] Semoga bermanfaat dan jangan lupa sebarkan kemafaatan lebih luas kepada teman dan sahabat dengan klik tombol like dan Share Terima Kasih