Kudus, Kabarmadrasah.com - Geliat seni beladiri pencaksilat pagarnusa bergema di sebuah
madrasah yang terletak di desa Medini, kecamatan Undaan, kabupaten Kudus.
Adalah Ananda Fissilmi
Kaffa,
siswi MI NU Mawaqi’ul Ulum; madrasah dalam naungan Yayasan Ittihadul Ummah
pimpinan H. Achmadi,
S.Ag., M.Pd. baru saja memboyong piala emas dalam cabang pencaksilat putri di
kejuaraan Porsema (Pekan Olah Raga dan Seni Ma’arif) tahun 2019 di kabupaten
Kudus bulan Maret ini, sebelumnya siswi yang duduk di kelas IV ini juga
memboyong piala emas dalam kejuaraan POPDA tahun 2018.
Mengutip motto dari pelatihnya, Muhammad Irwanto, mengatakan
bahwa pagarnusa merupakan sarana memasyarakatkan seni dan budaya, serta mempertahankan
ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah. Untuk itu, pemuda yang telah setahun ditunjuk
oleh Bapak Malichan, S.Pd.I (kepala MI NU Mawaqi’ul Ulum) sebagai pelatih ini
benar-benar bertekad mengerahkan kemampuannya untuk mengajarkan jurus-jurusnya
sebagai wujud pengabdian memasyarakatkan seni Pagarnusa.
Tentunya upaya yang dilakukan Bapak Malichan, S.Pd.I ini
bisa jadi percontohan MI lain di kecamatan Undaan untuk memasukkan
ekstrakulikuler pagarnusa dalam kegiatan di madrasah, mengingat hanya sekitar
tiga sampai empat saja madrasah di kecamatan Undaan yang mengirimkan kontingen pagarnusa di Porsema tingkat
kecamatan, sebelum melaju ke tingkat kabupaten.
Baca Juga Artikel lainnya :
Sebenarnya dalam pencak silat, kita bisa mempelajari sebuah
filosofi, bahwa mengalahkan lawan tidak harus dengan pertarungan. Jika sebuah
konflik mampu diselesaikan dengan jalan berdiskusi dan saling memahami, maka
mengapa konflik harus diakhiri dengan saling menyerang, saling melemahkan dan
menjatuhkan. Maka dari itu mengapa gerakan silat lebih seperti tarian yang
indah daripada seperti sebuah jurus yang mematikan. Kunci dari ilmu silat pada
hakikatnya adalah memanusiakan manusia, menuhankan Tuhan, dan menghormati alam.
Jadi, dalam menghadapi konflik, penguasaan diri jauh lebih penting daripada
penguasaan teknis. Mengontrol emosi diri sendiri dan emosi lawan, akan membuat
konflik dapat diakhiri dengan mudah dan indah.
Dewan guru MI NU Mawaqi'ul Ulum Medini Undaan Kudus |
Sebuah filosofi tentang ilmu padi, atau yang kita maknai
sebagai ketawadhu’an juga tersimpul dari khat ‘La ghaliba illa billah’, tertera pada lambang
pencaksilat pagarnusa mengajak kita untuk merefleksi pada konotasi lafal
tersebut. Senada ‘La
haula wala quwwata illa billah’, lafadz tersebut sangat pas
untuk ikon bela diri. Supaya tidak takabur, supaya tetap merunduk dan tawadhu’,
dengan slogan itu, pendekar tidak terlalu overdosis tujuan kemenangan. Bahwa di
atas langit ada langit, meskipun seseorang sakti, tapi tidak boleh merasa
sakti. Termasuk kepada musuh kita. Meskipun dia telihat sakti, tapi ketika
tidak diridoi Allah, dia tidak akan berarti apa-apa. Dan satu hal yang harus
tertanam dihati, bahwa 'musuh jangan dicari, tapi ketika ada musuh janganlah
lari'. Satu hal yang sinkron dengan perwujudan kecintaan pada NKRI jikalau
sewaktu-waktu kemampuan beladiri dibutuhkan sebagai garda untuk membantu
membentengi musuh. Musuh berujud nampak, atau musuh berbentuk ideologi,
sedangkan pendekar silat telah sebelumnya dilatih dan ditempa mawas serta
mengendalikan hati juga emosi. (Redaksi;Yani)
www.kabarmadrasah.com
Terima kasih telah membaca artikel ini, Semoga bermanfaat.
Jangan lupa baca artikel : KH. Ulil Albab Arwani pimpin Bimbingan Muqri' Yanbu'a Anda juga dapat mengunjungi blog kami yang lain :
1. Yani di akarrantingdaun.blogspot.com
2. Suparno di suparno.web.id
Untuk melihat lebih jauh tentang semua postingan blog kabarmadrasah ini,, silakan kunjungi [ Daftar Isi ]
Semoga bermanfaat dan jangan lupa klik tombol like dan Share Terima Kasih