Kabarmadrasah.com -
Di
sebuah ruang keluarga yang tak terbilang luas, Pak Kamad bercengkerama pada laptop
dengan layar LCD sudah ada dua motif garis hitam. Mungkin sudah waktunya si
leppy minta diganti, tapi selama masih bisa dipakai, ia mengabai kebutuhan itu
karena cenderung memprioritaskan kebutuhan yang lain dulu.
“Bah...”
Bisik Imah, sang istri.
“Ada
apa, Umiiii?” Jawab Pak Kamad masih serius memandang layar di depannya.
“Minggu
depan hari apa, Bah?” Tanya istri dengan harapan sang suami ingat hari ulang
tahun pernikahan mereka.
Tapi
Pak Kamad masih asyik dengan laptop-nya.
“Abah
dengar gak sih?” Lebih sedikit keras suara sang istri.
“Iya,
Abah dengar, Mi. Minggu depan, kan? Kalau ini hari Selasa, minggu depannya ya
ketemu Selasa lagi.” Balas Pak Kamad santai.
“Iya
hari apa di tanggal itu, Bah?”
“Kalau
gak salah Selasa-nya pasaran Legi. Ada apa to, Mi?”
“Ah,
Abah gak peka! Itu Selasa hari apa?”
“Selasa
ya setelah hari Senin itu to, Mi. Memang ada apa dengan hari Selasa?”
“Abaaaah...
Ah sudahlah, Umi mau tidur.”
Jemari
Pak Kamad yang tadi mengetik di atas keyboard jadi jeda sejenak, sebenarnya ia
hanya berpura-pura lupa hari apa tepat di Selasa itu, karena tak ingin sang
istri berharap banyak pada moment
ulang tahun pernikahannya. Dalam hati Pak Kamad bergumam,
“Gusti...
Astaghfirullahal’adziiiim, Ampuni aku
yang membuat jengkel istri, Gustiii.”
Keesokan
paginya di Madrasah, Pak Kamad masih terselip rasa bersalahnya pada istri.
Dalam benaknya berpikir, wajar kalau di hari ulang tahun pernikahan, sang istri
ingin sesuatu yang spesial.
“Sampeyan
mikir apa to, Pak Kamad?” Tanya Pak Nur, rekannya sesama pengajar di madrasah.
“Semalam
istri ngambek. Sepertinya
menginginkan sesuatu di hari ulang tahun pernikahan yang jatuh Selasa depan,
Pak Nur.”
“Waduh,
itu karena pengaruh teman-temannya mungkin. Lha
wong istri saya juga begitu semenjak tak kasih fasilitas smartphone. Teman alumni madrasahnya ada
yang posting apa, ia jadi terpengaruh. Padahal dulu ndak pernah mikir soal anniversary-anniversary
nan.”
“Istriku
yang belum kena polusi
smartphone saja sepertinya pengen ada anniversary gitu, Pak Nur. Entah dari
infotainment tivi mungkin.”
“Nah,
sampeyan kado panci serbaguna saja. Aku dulu gitu. Bu Ida ada nomor kontak
sales panci serbaguna tersebut. Biasanya para istri suka dengan alat masak yang
serbaguna. Kenapa Pak Kamad tak coba memberi kado barang itu saja. Pasti istri
Pak Kamad juga suka.” Saran Pak Nur.
“Wah,
ide brillian. Tapi bayarnya?”
“Tenang,
boleh nyicil selama setahun.”
“Ajiiib.”
Baca Juga Artikel lainnya :
Tidak
perlu menunggu hari Selasa depan, Setelah mengontak si sales, secepat kilat
barang itu datang ke madrasah.
“Wah,
Pak Kamad romantis sekali.” Ucap Bu Ida.
“Iya,
so sweet. Suami sayang istri...”
Tambah Bu Mirna.
Pak
Kamad menanggapinya dengan tersenyum penuh syukur. Dalam hatinya bergumam,
‘Alhamdulillah...
Semoga dengan panci serbaguna ini, Dik Imah bisa lebih bervariasi dalam
memasak.’
Tiba
di rumah, sang istri berdecak kegirangan. Malah hampir menitikkan air mata
haru.
“Abaaaah...
Ini apaan?” Ucapnya halus seraya membuka kardus panci serbaguna itu.
“Lho,
kan di kardusnya sudah ada gambarnya, Mi.” Balas Pak Kamad.
“Ah,
Abah jangan langsung kasih tahu gitu dong. Pura-pura buat kejutan gitu kali,
Bah...”
Baca Juga Artikel lainnya :
“Coba
aja dibuka, Mi. Kali aja isinya cincin sebesar rantai.” Goda Pak Kamad.
“Ya
gak perlu berlebihan gitu juga, Bah.”
Mereka
saling bertatapan dengan mesra. Sesimpul senyum saling dilayangkan. Bak Dewi
Shinta dan Sang Rama. Duhhh.
“Waooo...
Ini beneran Abah kasih ke Umi?” Tanya istri memastikan.
“Masak
buat si Ozy, Mi?” Canda Pak Kamad.
“Makasih,
Bah. Ini bisa sangat membantu Umi memasak aneka resep. Khususnya dari bahan
tahu dan tempe.” Balas Imah.
“Hehe,
iya, Mi. Mungkin setelah ini resep tahu tempenya bisa ala ala italian food
gitu.” “Abah baik sekali. Betul, Bah. Biar gak bosen dengan menu itu itu saja.”
Sejenak bulir air mata Imah menetes. Ia tahu pasti berapa harga panci serbaguna
itu. Ia tak pernah meminta kado semewah ini. Ia hanya berharap sang suami ingat
perayaan ulang tahun pernikahan. Harusnya itu saja. Tapi ternyata apa yang Pak
Kamad berikan di luar perkiraannya. Imah tahu pasti harga barang ini sangat
mahal untuk seorang guru honorer seperti suaminya.
“Abah
sayang Umi. Selamat hari pernikahan kita, ya. Maaf, Abah masih jauh dari kata
sempurna sebagai seorang suami.”
Mendengar
ucapan sang suami, Imah merasa tambah terharu. “Sudah, Bah... Jangan buat Umi
tambah nangis karena terharu.”
Pak
Kamad merasa lega dengan jawaban istrinya. Tak harus Imah tahu dengan sistem
kredit atau kontan membayarnya. Senyum wanita yang dicintai itu lebih berharga
bagi Pak Kamad.
“Bah...
Uang belanja Umi gak kepotong setelah Abah ngredit
panci serbaguna ini, kan? Iya kan, Bah?” Bisik Imah dengan tatapan setajam
elang, namun masih dengan bulir air mata di pipi tersebab haru tadi.
Pak
Kamad kaget, namun kagetnya tertutupi dengan tampang cengengesannya.
“Hehehe.
Tentu tidak to, Mi...” Jawab Pak Kamad garuk-garuk kepala, “Ngomong-ngomong,
kok Umi tahu Abah ambil panci ini kredit?”
“Umi
kan tahu bulanan Abah berapa. Umi tahu kok sales merk yang sama pernah masuk
nawari ke rumah per rumah di kampung ini. Mbak Yanti dan Bu Maya yang beli...”
Balas Imah masih sendu.
“Ahhhhh...
Tapi Umi percaya cinta Abah kontan seratus persen meskipun kadonya kreditan,
kan?” Kembali Pak Kamad bercanda dengan wajah masih cengengesan.
“Abaaaaahhhhhhhh.”
(Bersambung)
www.kabarmadrasah.com
Terima kasih telah membaca artikel ini, Semoga bermanfaat.
Jangan lupa baca artikel : KH. Ulil Albab Arwani pimpin Bimbingan Muqri' Yanbu'a Untuk melihat lebih jauh tentang semua postingan blog kabarmadrasah ini,, silakan kunjungi [ Daftar Isi ]
Semoga bermanfaat dan jangan lupa klik tombol like dan Share Terima Kasih