Setelah setahun[3] mondok di Peterongan, Gus Rori melanjutkan studi ke pondok pesantren Alhidayah di desa Tretek-Pare-Kediri yang di-asuh oleh almarhum KH. Juwaini bin Nuh. Di pesantren ini, Gus Rori mengaji selama tiga tahun. Kitab-kitab yang didalami kebanyakan adalah kitab tasawuf dan hadits seperti kitab Ihya’ Ulumiddin karya al Ghazali dan Shahih Bukhari. Meski terhitung cukup singkat, namun banyak sekali kitab yang dikhatamkan oleh Gus Rori di pondok asuhan Kyai Juwaini ini.[4]
Selepas dari Kediri, Gus Rori melanjutkan belajar ke Pondok Pesantren al Munawwir, Krapyak-Jogjakarta di bawah asuhan KH. Ali Ma’shum. Di pesantren ini, durasi belajar Gus Rori hanya berkisar selama beberapa bulan saja. Selanjutnya, Beliau belajar di salah satu pesantren di desa Buntet-Cirebon yang di-asuh oleh KH. Abdullah Abbas. Di pesantren ini, Gus Rori hanya belajar selama setengah tahun.[5]
Aktivitas Sosial Kemasyarakatan dan Keagamaan
Jamaah pengikut dari Yai Rori RA secara garis besar terbagi menjadi dua. Yaitu mereka yang sudah mengikuti baiat (inisiasi) tarekat Qadiriyyah wan Naqsyabandiyyah al Utsmaniyyah atau disebut murid, dan jamaah yang baru sebatas tertarik dengan majlis-majlis dzikir yang diperuntukkan bagi siapapun yang mau mengikutinya. Kelompok kedua ini dinamakan jamaah atau muhibbin.
Di Pondok Pesantren As Salafi Al Fithrah yang berlokasi di Kelurahan Tanah Kali Kedinding Kecamatan Kenjeran yang Beliau dirikan dan asuh, tak kurang dari 2000 santri putra-putri yang mukim, dan 1200 santri yang mengaji pulang-pergi. Lembaga pendidikan formal di pondok ini bahkan telah tersedia lengkap mulai dari tingkat kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi. Sedangkan untuk pendidikan non formal yang dilaksanakan pada malam hari, ada TPQ dan madrasah diniyah.
Sejak Yai Rori RA membuka pengajian rutin bulanan di Pondok Pesantren As Salafi Al Fithrah ini, jamaah Beliau bertambah dengan pesat. Pengajian rutin bulanan dihadiri tak kurang oleh 20.000 jamaah yang datang dari berbagai kota di pulau Jawa. Sedangkan Haul Akbaryang rutin di-adakan setiap tahun di tempat yang sama, dihadiri tak kurang oleh 200.000 jamaah yang berdatangan dari dalam maupun luar negeri. Selain itu, ada majlis dzikir rutin mingguan dan majlis manaqiban bulanan yang dihadiri oleh lebih dari 10.000 ribu orang jamaah.
Momen-momen majlis mingguan, bulanan, dan tahunan yang dihadiri oleh banyak jamaah tersebut sekaligus juga membawa keberkahan tersendiri bagi masyarakat Kedinding dan sekitarnya. Sebab, dengan adanya majlis-majlis yang melibatkan banyak massa tersebut, sedikit-banyak roda perekonomian mereka juga ikut terdongkrak naik. Para pengusaha warung tegal (warteg), para pengusaha warung kopi/giras, para pengusaha kos-kosan/kontrakan, para abang tukang becak, para sopir angkot serta taksi, dan berbagai jenis usaha/profesi lainnya, tentu bisa merasakan perbedaan income atau penghasilan mereka: antara ketika sedang ada majlis di pondok dengan hari-hari biasa.
Dan dengan didasari atas kesadaran bahwa manusia tidak akan hidup di dunia selamanya, Yai Rori kemudian berfikir jauh ke depan demi keberlangsungan pembinaan jamaah yang jumlahnya telah mencapai ratusan ribu ini. Maka dibentuklah sebuah organisasi keagamaan yang bernama “Jamaah Al Khidmah”. Organisasi ini dideklarasikan secara resmi pada tanggal 25 Desember 2005 di Semarang Jawa Tengah. Kegiatan utamanya adalah menjadi semacam Event Organizer (EO) dalam menyelenggarakan Majlis Dzikir, Majlis Khatmil Qur’an, Maulid, dan Manaqib serta kirim doa kepada orang tua, para leluhur, dan para guru. Majlis lain yang menjadi bidang garapan dari jamaah Al Khidmah adalah majlis sholat malam, majlis taklim, majlis lamaran, majlis akad nikah, majlis tingkepan, majlis memberi nama anak, dan lain- lain.
Ketua Umum Jamaah Al Khidmah periode I dan II (2005-2014) H. Hasanuddin, SH. menjelaskan bahwa organisasi ini dibentuk semata-mata agar pembinaan jamaah bisa lebih terarah serta teratur dan siapapun bisa menjadi anggotanya tanpa harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
Sampai saat ini, sepeninggal Yai Rori, jamaah Al Khidmah tetap eksis dalam menyelenggarakan majlis-majlis dzikir tidak beda dengan seperti ketika Beliau masih hidup. Bahkan, sepeninggal Beliau, jamaah Al Khidmah ini secara kuantitas justru mengalami perkembangan yang sangat signifikan, baik di dalam maupun di luar negeri. Banyak kabupaten/kota maupun provinsi yang pada saat Yai Rori masih sugeng belum ada jamaah Al Khidmahnya, namun sepeninggal Beliau, jamaah Al Khidmah bisa muncul dan berkembang pesat di daerah tersebut. Begitu pula dengan perkembangan di luar negeri. Misalnya saja, sepeninggal Yai Rori, jamaah Al Khidmah bisa masuk bahkan berdiri sebagai organisasi resmi dengan amaliah rutin di Thailand bagian selatan dan di Belgia.
Menurut Bung Has, sampai saat ini kepengurusan jamaah Al Khidmah sudah berdiri di 77 kabupaten/kota dan sembilan provinsi di Indonesia. Sedangkan kepengurusan di luar negeri sudah terbentuk di Malaysia, Singapura, Thailand, Belgia, dan Saudi Arabia.
Sumber: http://buletinalfithrah.com
www.kabarmadrasah.com
Terima kasih telah membaca artikel ini, Semoga bermanfaat.
jangan lupa baca artikel :Riwayat Hidup KH.Ahmad Asrori A-lIshaqy
Untuk melihat lebih jauh tentang semua postingan blog kabarmadrasah ini,, silakan kunjungi [ Daftar Isi ]
Semoga bermanfaat dan jangan lupa tombol like , Terima Kasih